Sabtu, 28 Maret 2009

SYUKUR

Syukur, ternyata menjadi kunci kebahagiaan manusia. Betapa tidak.? setiap yang kita dapatkan ternyata tanpa dilandasi dan dibarengi rasa syukur yang tulus, menjadi kehilangan makna dan berlalu begitu saja. Tidak berbekas sama sekali di hati dan di rasa.

Menyukuri menurut saya adalah menghayati apa yang ada di kita, di hadapan kita, di sekeliling kita, baik yang nyata maupun yang gaib dengan penuh ketulusan bahwa semua itu semata-mata datangnya dari Tuhan dan atas kehendak Tuhan (inalillah)

Jadi tidak ada yang namanya maido atau nggresulo (jawa) terhadap apa pun yang ada pada diri kita, pada sekeliling kita, apalagi yang ada pada orang lain. Yang ada hanya berprasangka baik terhadap semua yang kita lihat, yang kita dengar, yang kita rasakan, dan yang kita pikirkan (khusnudhon). Bahwa semua yang dihadapkan Allah ke hadapan kita itu adalah hasil 'kehendak' Allah semata. Kita yang sedang diuji bukan ia, mereka atau dia, atau siapa pun. Ujiannya adalah bagaimana hati, mata, dan bibir kita menyikapi semua itu. Kalau yang tumbuh kemudian adalah :

1. Kita memuji, karena kebetulan yang di hadapan kita adalah hal-hal yang cocok

dengan nafsu dan kesenangan kita, maka sebenarnya kita tengah diuji dengan nafsu

kita. Kita sebagai penyembah kesenangankah atau kita sebagai penyembah Yang

Membuat Kesenangan... (Allah).....??????? Padahal segala puji hanya milik Allah

(Alhamdulillah)

2. Kita mencacat/maido (jawa), karena kebetulan yang nampak, yang kita radakan,

yang kita dengar, dan yang ada di hadapan kita tidak sesuai dengan 'ukuran kita'. Nah

ujiannya adalah rasa ujub, riya', sombong, merasa benar padahal tidak benar apa yang

sedang dirasa. Kalau pun 'benar' apa yang digunakan untuk mengukur, maka ujublah

yang datang. Merasa benar. Padahal kebenaran hanya milik Allah. Nah......?????!!!



Dengan syukur semua yang kelihatannya tidak 'indah' menjadi indah kita rasakan. Lho kok bisa..???

Contoh saja : Ketika sedang pacaran atau berdua dengan orang yang kita 'senangi', kita pergi ke mana saja sampai lelah sekalipun. Kita diapakan saja, baik dicubit, dicium, dipukul, 'diolok' selama masih dalam konteks rasa gemas dan 'rasa senang', yang tumbuh di hati kita adalah perasaan 'senang', damai dan yang jelas indah. Bahkan perbuatan-perbuatan itu menjadi seperti sabu-sabu yang 'nagihi' atau membuat kita ingin mendapat perlakuan yang seperti itu lagi.

Tetapi sebaliknya, kita mendapat perlakuan yang sama persis dengan perlakuan di atas, tetapi yang melakukan adalah oarng yang sangat kita benci. Apa kemudian yang tumbuh di dalam hati ...? Apakah kita juga akan ketagihan akan mendapat perlakuan yang sama di kemudian hari ...? Ooooups... tentu tidak kan..???

Nah, kalau begitu yang bisa membuat tenteram dan damai itu siapa..?? diri kita juga kan.? Mengapa contoh yang atas kita bisa merasakan nikmat sedangkan pada contoh yang kedua kita tidak merasakan nikmat dan justru rasa benci yang tumbuh di dalam jiwa kita.?

Padahal perlakuannya sama persis. Hanya beda pelakunya. Mengapa..??

Karena pada kasus pertama kita menyukuri kita mendapat perlakuan tersebut. Walaupun terasa sakit di badan (dicubit kekasih, dipukul mesra kekasih) tetapi di dalam jiwa semua itu menjadi 'indah'. Sedangkan pada kasus kedua kita membencinya, sehingga yang tumbuh di badan adalah perasaan sakit (dicubit dan dipukul orang yang kita benci) apalagi yang tumbuh di dalam jiwa. Lebih terasa sakit.! Dan rasa sakit di jiwa akan lebih bertahan lama daripada rasa sakit yang ada di raga.

Kalau kita bersyukur, apa pun yang Allah berikan kepada kita, baik itu menurut orang sengsara, sakit, menderita, senang, apalagi bahagia, yang ada di dalam jiwa hanya perasaan 'indah' telah 'dicubit, dipukul, dibelai, dimanja, dan di timang-timang' oleh Allah. Bukankah semua yang terjadi di alam ini tidak terlepas dari kehendak Allah.?? (inalillahi wa inalillahi roji'un) Lalu megapa kita nggresula atau nggrundel (jawa) menyikapi keadaan yang Allah berikan dan hadapkan di 'hadapan' kita ?

Perbuatan nggrundel, nggresula apalagi maido (jawa) tidak akan merubah apa pun. Yang berubah hanya rasa hati kita dari senang ke benci. Dari indah ke tidak indah. Dan bukan kah orang yang mengingkari nikmat Allah adalah orang-orang yang kufur (tertutup hatinya)..??

Sehat, sakit, nikmat, sengsara, sedih, bahagia semua dari Allah. Manusia tidak bisa menciptakan. Manusia hanya bisa menerima sambil berikhtiar. Dan apa pun yang Allah berikan akan terasa indah sampai ke dalam lubuk hati, kalau kita bisa menyukuri. Tidak kurang dan tidak lebih. Wallahu A'lam....

Kalau kita dicubit sang kekasih, kita bisa merasakan 'nikmatnya' cubitan itu, kenapa ketika kita 'dicubit' Sang Maha Pengasih kita tidak bisa merasakan hal sama...??? Padahal seharusnya itu lebih terasa 'mesra', lebih terasa 'nikmat' karena itu dilakukan oleh Sang Maha Pengasih dan Yang Maha Penyayang. Mengapa..???

Selasa, 17 Maret 2009

Cinta dan Kasih Sayang

Hai kawula muda, jangan terbuai dengan angan-angan cinta. Cinta itu buta. Love is blind. Menjalin hubungan dengan pacar jangan berdasarkan cinta. Cinta itu sama dengan nafsu. Setiap jalinan yang didasarkan cinta, hanyalah jalinan nafsu belaka. Semua akan mementingkan dirinya sendiri. Semua akan berusaha membahagiakan dirinya sendiri. Orang yang dicintai, hanya akan menjadi alat atau budak untuk menyenangkan orang yang mencintai. Orang yang mencintai akan banyak menuntut pasangannya agar membuktikan cintanya. itu adalah perbudakan.

Sebuah rumah tangga yang didasari oleh CINTA biasanya akan saling menuntut untuk dilayani. Baik segi materiil maupun segi yang lain, termasuk pelayanan. Kalau pasangannya tidak memberikan pelayanan yang baik, baik materi atau sikap atau apalah namanya, maka dengan mudah pasangannya akan mencap seseorang tidak lagi cinta. itu fakta. Kalau sudah demikian maka yang ada adalah saling menuntut. Saling menyuruh untuk membuktikan cintanya. Kalau demikian apa dong bedanya rumah tangga dengan pengadilan...????

Sebuah jalinan, sebaiknya didasari dengan kasih sayang. Memberi = kasih dan memberi sayang. Di sini tidak ada lagi saling menuntut. Yang ada malah sebaliknya, saling memberi. Memberi perhatian, memberi pelayanan, memberikan pengertian.

Kalau seseorang menyayangi, maka yang terpikirkan adalah bagaimana bisa membahagiakan pasangannya. Tanpa menuntut yang sebaliknya. Apa yang terbaik buat orang yang disayangi, maka dia rela melakukannya walaupun harus mengorbankan kepentingannya sendiri.

Ingat, menyayangi adalah memberi bukan meminta. Perhatikan bedanya dengan mencintai.!

Orang tua, tidak mencintai anaknya tetapi menyayangi. Dia rela berkorban apa saja asalkan anaknya bisa hidup bahagia. Dia rela memberikan anaknya untuk diminta orang lain (baca: dinikahi) asalkan anaknya bisa bahagia. Ia rela.

Kalau misalkan ada seorang pacar yang mati-matian mempertahankan kekasihnya agar tidak dinikahi orang lain, walaupun orang yang akan menikahinya tersebut lebih segalanya dari dirinya dan juga dirasa lebih bahagia dengan orang lain tersebut, maka sebenarnya yang ada di dadanya adalah perasaan cinta, bukan perasaan sayang. Kalau sayang, maka ia akan merelakan kekasihnya tersebut menikah dengan orang lain yang dianggapnya lebih bisa membahagiakan pasangannya.

Kasih itu memberi, sayang itu melayani. Bukan minta dilayani. Kalau cinta yang ada di dalam dada seorang kekasih, maka yang terpikir adalah bagaimana agar orang yang dicintai tersebut bisa didapatkannya. Tidak peduli kekasihnya tersebut mau apa tidak. Rela ATAU TIDAK. Maka kemudian ada istilah, cinta ditolak dukun bertindak.

Orang yang dicintai sama dengan orang yang dipaksa untuk melayani. Orang yang akan diperbudak untuk melayani keinginannya.

Maka, hai kawula muda, periksalah pasanganmu. Apakah ia menyayangimu atau ia mencintaimu ? Setelah tahu, maka konsekwensi itu yang akan kau dapatkan dalam rumah tanggamu.

Ada jalan tengah di antara itu. Ikatlah sebuah jalinan itu dengan dasar keTuhanan.

Kalau yang digunakan dasar membina sebuah jalinan adalah Tuhan, itu akan lebih indah lagi. Pada dasarnya manusia tidak bisa membuat rasa senang atau tidak senang pada dirinya sendiri. Yang bisa membuat senang dan tidak senang adalah Tuhan.

Sebagai contoh, seringkali kita melihat ada orang yang lebih tampan atau yang lebih cantik atau yang lebih segalanya tetapi tidak tumbuh rasa senang dalam diri kita. Tapi kenapa dengan orang yang lebih jelek secara fisik dan lebih 'rendah' ekonominya dari orang yang sudah kita kenal kita bisa tumbuh rasa"senang"...??
Makanya seringkali kita jumpai di masyarakat, ada wanita cantik yang suaminya jelek. Ada laki-laki yang tampan tetapi istrinya jelek. Itu bukti bahwa kita memang tidak bisa membuat rasa. Rasa itu datang tiba-tiba.
Kalau rasa itu datang lewat pikir, itu namanya rekayasa. Bukan ketulusan tetapi matematika, bisnis, logika, barter, dll.
Sebuah ikatan kasih sayang di dalam menyusun mahligai rumah tangga, harus tumbuh dari dalam, dari nurani, dari cahaya yang ada di dalam sana. Jangan karena takut dikatai tetangga, saudara, keluarga dll. Jangan takut kalau pasangan kita 'jelek' di mata mereka. Jangan takut..!!
Apa pun kata mereka kalau di dalam sana ada perasaan kasih sayang dan tumbuh dari kedua belah pihak dengan tulus dan konsekwen, mengapa tidak...???
Kalau yang kita cari kesenangan, maka kesenagangan itu datang dan perginya bersama apa yang kita senangi. Kalau kita senang uang, maka kalau uang pergi ganti sedih yang datang. Kalau yang kita senangi kecantikan dan atau ketampanan, maka kalau kecantikan dan ketampanan pergi, sedih juga yang kita dapatkan. Kesenangan datang dan perginya selalu beriringan dengan apa yang kita senangi. Kesenangan selalu ada masanya..
Kalau ingin mencari ketentraman yang langgeng, yang tidak akan pernah hilang di dunia dan di akhirat, ya hanya menjadikan Allah sebagai kekasih, sebagai tempat bercurah terhadap segala sesuatu. Termasuk di sini dalam menentukan pasangan hidup.
Jangan menentukan pasangan hidup karena kesenangan lahiriah semata. Maka orang itu sebenarnya telah tertipu.
Kecantikan, ketampanan ada masanya. Kesehatan ada masanya. Kekayaan juga ada masanya. Jabatan pun ada masanya. Jadi apa yang langgeng bersanding dengan kita..???
Hanya Allah. Allahu Akbar....
Kalau kita memilih pasangan karena Allah, maka tidak lagi jadi dasar itu yang namanya kecantikan, ketampanan, kesehatan, kekayaan, atau pun jabatan. Yang dicari hanya Ridha Allah semata.
Kalau jadi suami, ya menempatkan diri sebagai suami menurut aturan Allah. Kalau jadi istri, ya menjadi istri sebagaimana aturan Allah. Pertimbangannya hanya 2 (dua). Allah Ridha ya jalan, Allah tidak ridha, ya stop.
Lho terus alat ukurnya apa..?
Pertama nurani dan yang kedua aturan syariat.
Wallahu A'lam.....

Senin, 16 Maret 2009

cari teman

teman teman putri yang pada suka berbakti pada Allah, tolong kirimi aku petuah-petuah untuk lebih mengabdi pada Allah. Ndak usah yangmuluk-muluk ya. yang praktis-praktis aja. maaf nich, kalau teori kan dah banyak di buku atau dari internet. Yang praktis-praktis aja ya. yang bisa aku laksanakan sehari-hari sebagai seorang istri. thank. yuk ah... Wassalam

Minggu, 15 Maret 2009

menjadi istri

menjadi seorang istri ternyata memang tidak mudah, setidaknya kalau ditinjau dari segi "manusia murni". Banyak sekali tantangan hidup yang mesti dilewati. mulai dari bagaimana menghadapi sikap suami yang sering kali "nyleneh", menghadapi anak-anak yang, dalam beberapa kesempatan, sering kali perlu kemanjaan, belum lagi menghadapi situasi ekonomi yang runyam seperti sekarang ini. Semua menjadi tanggung jawab istri. berat memang, secara kemanusiaan. tetapi kalau dihayati benar, apalagi dasar yang kita gunakan untuk memasuki rumah tangga adalah nilai keTuhanan, maka semua yang berat menjadi semakin asyik. itu setidaknya yang "mulai" aku rasakan.
Apa sih hidup ini ?
Sebuah pertanyaan yang kadang sering timbul dalam benakku. Apakah itu sebuah cermin keputusasaan? atau itu sebuah cermin kegundahan ? atau cermin-cermin yang tidak aku mengerti ?
Entahlah....
Tapi ketika hidayah Allah datang. Maka tidak ada kesulitan apa pun. Yang ada hanyalah kenikmatan. Baik dalam suasana duka, nestapa, gembira, atau yang lain.
Semakin kita kejar "kenikmatan" dunia semakin jauh ia berlari meninggalkan kita. Tetapi ketika Tuhan yang kita "dekati", maka Tuhan mendekat rapat kepada kita. Subhanallah. Ternyata hidup ini begitu indah.